PONTIANAK - Pemerintah Kota (Pemkot) Pontianak, Kalimantan Barat, terus mengemban tekad kuat untuk merubah wajah kota ini dengan mengatasi permasalahan kawasan kumuh yang ada, demi meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat.
Pernyataan ini disampaikan oleh Wali Kota Pontianak, Edi Rusdi Kamtono, saat menghadiri acara Lokakarya Pemangku Kepentingan Kerja Sama Bappeda Kota Pontianak bersama Gemawan, Hivos, Kota Kita, dan para peneliti dari program Riset Resilient Indonesia Slums Envisioned (RISE), yang berlangsung di Aula Muis Amin Bappeda Kota Pontianak pada hari Kamis.
Wali Kota mengungkapkan bahwa komitmen dalam upaya perubahan telah diwujudkan dan terus diperkuat. Dalam dua tahun terakhir, daerah kumuh di Pontianak telah mengalami penurunan yang signifikan. "Sejauh ini, kami telah berhasil mengurangi luas kawasan kumuh dari 150,16 hektare pada tahun 2020 menjadi 71,57 hektare kawasan kumuh ringan pada tahun 2022," ujarnya.
Keberhasilan ini, menurut Wali Kota, tak lepas dari kerja sama yang baik dengan berbagai pihak terkait dan usaha bersama untuk menciptakan lingkungan yang adaptif terhadap perubahan iklim.
"Kawasan kumuh yang tersebar di 18 kelurahan di sepanjang Sungai Kapuas menjadi perhatian utama. Upaya besar telah dimulai melalui proyek Kota Baru Pontianak, yang melibatkan revitalisasi kawasan tepi Sungai Kapuas untuk dijadikan sebagai area publik yang menawan serta sebagai wajah baru kota," terangnya.
Lebih lanjut, Wali Kota menjelaskan bahwa pembangunan waterfront tidak hanya berfungsi sebagai tempat rekreasi dan aktivitas sosial, tetapi juga berperan sebagai batas antara permukiman dengan sungai, mencegah pelebaran pemukiman ke area sungai. Hasilnya, kawasan tersebut telah menjadi pusat rekreasi dan pusat ekonomi baru di Pontianak.
Salah satu inisiatif penting lainnya adalah program hibah air minum yang telah memberikan akses air bersih kepada ribuan rumah tangga sejak tahun 2015 hingga 2022. Pada tahun 2023 ini, rencananya akan ada penambahan hibah untuk lebih dari dua ribu sambungan rumah.
Dalam merespons tantangan perubahan iklim, Pemkot Pontianak telah menggarap rencana aksi iklim yang fokus pada tiga aspek utama: banjir rob, pengelolaan sampah, dan sumber energi. Berbagai langkah telah dilakukan, termasuk peningkatan sistem drainase, peningkatan ruang terbuka hijau, pemantauan kualitas air dan limbah, serta pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) komunal dan kampung iklim. Selain itu, rencananya akan dibangun Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpusat (SPALD-T) yang melayani 35 persen penduduk daerah tersebut.
Wali Kota menegaskan bahwa Pontianak, yang terletak di garis khatulistiwa dan dikelilingi oleh Sungai Kapuas serta wilayah gambut, merasakan dampak langsung dari perubahan iklim. Sejalan dengan visi kota yang ingin menjadikan Pontianak bersih, hijau, aman, tertib, dan berkelanjutan, semua hasil dari lokakarya ini adalah bagian dari komitmen untuk menciptakan kota yang nyaman dan adaptif terhadap perubahan iklim.
"Harapannya, lokakarya ini dapat menjadi wadah untuk berkomunikasi, bertukar informasi, dan merencanakan langkah-langkah menghadapi tantangan perubahan iklim di masa depan. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi penduduk kota, tetapi juga bagi seluruh komunitas global," tutup Wali Kota.