Gubernur Sutarmidji memprediksi angka inflasi Kalbar di akhir tahun 2022 tidak melebihi angka inflasi nasional, yakni sebesar 5%-5,2%, asalkan semua stakeholder bersinergi untuk mencegah inflasi.
Acara Kick Off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Kalbar 2022. (BorneoTribun/Adpim Pemprov Kalbar) |
BorneoTribun Pontianak - Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat (Pemprov Kalbar) melakukan sinergitas antar lembaga terkait serta data yang akurat untuk mengendalikan inflasi.
Hal itu disampaikan H. Sutarmidji, S.H., M.Hum., Gubernur Kalimantan Barat, saat memberikan sambutan di acara Kick Off Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) Kalbar 2022, Selasa (19/9/2022).
Acara ini diselenggarakan Tim Pengendali Inflasi Daerah Provinsi Kalimantan Barat (TPID Prov Kalbar) bersama Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalimantan Barat.
Seluruh Bupati/Wali Kota di Kalbar, jajaran Forkopimda Prov Kalbar, akademisi, turut hadir di Aula Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov Kalbar.
Melanjutkan sambutan, H. Sutarmidji mengatakan melalui data yang akurat, pemerintah daerah bersama TPID bisa melakukan pemetaan gejolak inflasi di setiap daerah di Kalbar.
“Pertama, data. Kedua, koordinasi. Dengan koordinasi, kita bisa memprediksi dan mengantisipasi untuk menjaga inflasi,".
Inflasi akan terjadi jika semua pihak lengah dan membiarkan ketidakseimbangan antara kebutuhan dan persediaan di lapangan.
Oleh sebab itu, Sutarmidji juga menekankan semua stakeholder agar bersama-sama menjaga berbagai komponen yang bisa meningkatkan angka inflasi di suatu daerah.
Bahan pokok beras merupakan salah satu komponen bahan pokok penyumbang inflasi cukup besar.
Untuk mengatasi hal tersebut, Pemprov Kalbar menjaga produksi beras dan mengawasi pendistribusiannya.
“Komponen-komponen apa saja yang harus kita jaga sebagai penyumbang inflasi besar, seperti beras yang menjadi penyumbang inflasi sebesar 74%. Maka, ketersediaan beras harus dijaga supaya angka inflasi tidak terlalu dalam,” jelas H. Sutarmidji.
Kabupaten Sintang merupakan daerah yang mendapat perhatian khusus karena mengalami peningkatan inflasi year-on-year di atas 7,39%.
Meskipun terjadi deflasi sekitar -0,96% pada bulan Agustus 2022.
“Angka inflasi tinggi di Sintang disebabkan rendahnya produksi bahan pokok. Komponen-komponen itu datangnya dari luar Sintang, yang berarti biayaya besar atau mahal. Kemudian, jumlah pasokan komponen tidak menentu, kadang banyak kadang tidak," jelas Gubernur Kalbar.
Hal tersebut mengakibatkan kebutuhan meningkat di waktu tertentu, namun tetap menimbulkan inflasi.
Kabupaten Sintang bukan penghasil beras, tetapi Kabupaten Melawi merupakan penghasil beras.
"Kabupaten Melawi juga harus jaga itu. Alhamdulilah, ada Gudang Bulog di sana, sehingga bisa menjadi penyeimbang harga,” ujar H. Sutarmidji.
Beliau memprediksi angka inflasi Kalbar di akhir tahun 2022 tidak melebihi angka inflasi nasional, yakni sebesar 5%-5,2%, asalkan semua stakeholder bersinergi untuk mencegah inflasi.
"Kita masih bisa membuat deflasi di bulan Oktober 2022 atau November 2022. Tetapi, ada hari besar keagamaan di bulan Desember,” tutur Gubernur Kalbar.
Selain itu, Pemprov Kalbar akan menggelar Operasi Pasar yang dimaksudkan bisa menekan kenaikan harga komponen-komponen yang bisa memicu kenaikan inflasi.
“Bansos dan Operasi Pasar akan menjadi program tahunan Pemprov Kalbar dalam mengendalikan inflasi,” tutup H. Sutarmidji. (aws)